Wahai saudaraku, semoga hidayah Allah subhanahu wa ta’ala selalu
mengiringi kita, tak bisa dimungkiri bahwa kehidupan dunia ini dikitari
dengan keindahan dan kenikmatan. Semuanya dijadikan indah pada
pandangan manusia. Itulah kesenangan hidup di dunia. Namun di sisi
Allah-lah sesungguhnya tempat kembali yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (Ali Imran: 14)
Betapa pun menyenangkannya kehidupan dunia itu, sungguh ia adalah
kehidupan yang fana. Semuanya bersifat sementara. Tiada makhluk yang
hidup padanya melainkan akan meninggalkannya. Tiada pula harta yang
ditimbun melainkan akan berpisah dengan pemiliknya. Keindahan dunia yang
mempesona dan kenikmatannya yang menyenangkan itu pasti sirna di kala
Allah subhanahu wa ta’ala menghendakinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah di antara kalian serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu
lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur, dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (al-Hadid: 20)
Sudah sepatutnya bagi setiap pribadi muslim untuk memahami hakikat
kehidupan dunia, agar tidak salah jalan dalam menempuhnya. Terlebih ia
bukan akhir dari perjalanan seorang hamba dalam menuju Rabb-nya. Masih
ada dua fase kehidupan berikutnya; kehidupan di alam kubur (barzakh) dan
kehidupan di alam akhirat.
Di alam kubur (barzakh), masing-masing akan menghuninya seorang diri
tanpa ditemani oleh kawan atau orang yang dicinta. Sedangkan segudang
harta yang telah lama ditimbunnya di dunia tak lagi setia di sampingnya.
Dengan hanya mengenakan kain kafan yang melilit di tubuh, berbaring di
liang lahat yang sempit dan tak beralaskan sesuatu pun, masing-masing
akan mendapatkan azab kubur atau nikmat kubur sesuai dengan
perhitungannya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun di alam akhirat, masing-masing akan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala seorang
diri pula guna mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang
dikerjakannya selama hidup di dunia, kemudian akan diberi balasan yang
setimpal oleh Allah subhanahu wa ta’ala atas segala yang diperbuatnya itu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja
(berbuat) dengan penuh kesungguhan menuju Rabb-mu, maka pasti kamu akan
menemui-Nya (untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang
dilakukan).” (al-Insyiqaq: 6)
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (unsur
yang amat kecil) pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barang
siapa yang mengerjakan kejelekan seberat dzarrah (unsur yang amat
kecil) pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya.” (az-Zalzalah: 7-8)
Mewaspadai Gaya Hidup Bebas
Wahai saudaraku, semoga kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala selalu
bersama kita, tak bisa dipungkiri bahwa gaya hidup bebas, lepas sama
sekali dari kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan berbagai aturan
(termasuk syari’at) yang ada merupakan fenomena yang terjadi pada
sebagian manusia. Padahal bila dirunut hakikat dan ihwalnya, tak
sepantasnya bagi mereka memilih kehidupan yang bersifat bebas tersebut.
Betapa tidak, dengan segala hikmah dan keadilan-Nya Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan
manusia sebagai makhluk yang dilingkupi segala kelemahan dan
keterbatasan. Mengawali kehidupannya dalam keadaan lemah, kemudian
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian sesudah kuat itu lemah
(kembali) dan beruban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Allah, Dialah yang menciptakan kalian dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah keadaan lemah itu
menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kalian) sesudah kuat itu lemah
(kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Ar-Rum: 54)
Sungguh tanpa nikmat, karunia, pertolongan dan kekuatan dari Allah subhanahu wa ta’ala, tak mungkin manusia bisa menjalani pahit getirnya kehidupan ini dengan selamat. Karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan mereka dengan firman-Nya:
“Hai sekalian manusia, kalianlah yang amat butuh
kepada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Demikianlah manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasannya.
Semua pada hakikatnya dalam perjalanan menuju Rabb-nya. Sedangkan
kemampuannya untuk beramal sangat terbatas pada umur yang Allah subhanahu wa ta’ala tentukan. Saat kematian tiba, tak seorang pun dapat menghindar atau menangguhkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
(kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (al-Munafiqun: 11)
Wahai saudaraku, semoga nikmat husnul khatimah mengiringi
akhir kehidupan kita, ketahuilah bahwa gaya hidup bebas, lepas sama
sekali dari kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan berbagai aturan
termasuk syari’at agama merupakan perbuatan tercela yang dimurkai oleh
Allah subhanahu wa ta’ala.
Gaya hidup bebas sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia,
terkhusus kaum muslimin. Dengannya, berbagai tatanan kehidupan sosial
kemasyarakatan akan hancur. Masing-masing akan berbuat sesuai dengan
kehendak hawa nafsunya. Yang penting senang, yang penting puas… Ada
yang berbuat zina, minum minuman keras (miras), narkoba, berjudi dengan
segala modelnya, pornoaksi, pornografi, dan berbagai kemaksiatan
lainnya. Sementara pembunuhan, perampokan, penjambretan, pencurian,
korupsi, penipuan, dan berbagai tindakan kriminalitas lainnya pun
menjamur di mana-mana.
Demikian pula dalam kehidupan baragama, gaya hidup bebas dapat
merusak akidah dan ibadah kaum muslimin. Di antara mereka ada yang
berbuat kesyirikan dan ada pula yang melakukan berbagai amalan tanpa
bimbingan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (al-Furqan: 43-44)
Bisa dibayangkan, betapa hancurnya sebuah masyarakat manakala kehidupannya disamakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan
kehidupan binatang ternak bahkan lebih parah darinya. Oleh karena itu,
dari sisi manakah alasan manusia untuk memilih gaya hidup bebas?
Pantaskah perilaku buruk itu ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
Pencipta alam semesta ini?! Betapa naifnya manusia (siapapun dia) bila
memilih gaya hidup bebas, dengan menuhankan hawa nafsu, melepaskan diri
dari ikatan syari’at Islam yang mulia dan mencampakkan fitrah yang suci.
Indahnya Meniti Kehidupan di Atas Agama Islam
Betapa indahnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syari’atnya memerhatikan hubungan antara hamba dengan Allah subhanahu wa ta’ala sang
Pencipta, memosisikan-Nya sebagai tumpuan dalam hidup ini, berserah
diri kepada-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya, memurnikan ibadah hanya
untuk-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Demikian pula memerhatikan hubungan antara hamba dengan sesamanya,
dengan cara menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda,
menyantuni yang lemah, membantu orang yang tertimpa musibah, menyambung
tali silaturahmi, menjaga hubungan baik dengan tetangga, memuliakan
tamu, jujur dalam berbuat dan berkata, dan lain sebagainya. Syari’at
yang bersifat adil dan tepat, tidak berlebihan dan juga tidak bermudahan
dalam segala aspeknya.
Atas dasar itu, setiap pribadi muslim berkewajiban untuk meniti
kehidupan ini dengan agama Islam dan syari’atnya yang sempurna selama
hayat masih dikandung badan. Mengedepankan syariat Islam atas segala
dorongan hawa nafsu, adat istiadat/budaya negerinya dan selainnya.
Senantiasa menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
tak menentangnya sedikit pun. Dengan itu, akan terbimbing untuk masuk
ke dalam al-Jannah (surga) dan diselamatkan dari azab yang pedih. Itulah
jalan keselamatan yang hakiki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى،
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: «مَنْ أَطَاعَنِي
دَخَلَ الجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Semua umatku akan masuk ke dalam al-Jannah (surga)
kecuali yang enggan. Para sahabat berkata: ‘Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab: ‘Barang siapa yang
menaatiku pasti masuk ke dalam al-Jannah (surga), dan barang siapa
menentangku maka dialah orang yang enggan’.” (HR. al-Bukhari no. 7280 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Wahai saudaraku, semoga lindungan Allah subhanahu wa ta’ala selalu
bersama kita, demikianlah sekelumit tentang renungan kehidupan dunia
yang sedang kita jalani. Mudah-mudahan menjadi pelita dalam kegelapan
dan embun penyejuk bagi para pencari kebenaran. Amiin..
Wallahu a’lam bish shawab..
Penulis: Ustadz Ruwaifi’ Lc, hafizhahullah
0 komentar:
Posting Komentar